1968 - 1973 | Eksplorasi dan studi kelayakan |
1973 - 1978 | Pembangunan fasilitas pertambangan dan pabrik Produksi |
1978 - 1986 | komersial (kerugian finansial sebesar US$ 416 juta) |
1987 - 2005 | Perusahaan yang menguntungkan |
| 1988 - 1991 Ekspansi dari 80 juta menjadi 100 juta pound/per tahun. Penawaran saham publik 20% |
1993 - 1995 Negosiasi modifikasi dan perluasan Kontrak Karya |
January 1996 Penandatanganan hasil modifikasi dan perluasan Kontrak Karya |
1996 - 1999 Proyek Ekspansi Jaringan Keempat termasuk Balambano yang berkapasitas 93 MW untuk meningkatkannya menjadi 150 juta pound/tahun |
Investasi sejak 1968 sampai 2004: US$ 2.4 milyar |
| |
1901 | Bijih nikel mula-mula ditemukan oleh seorang Belanda bernama Kruyt pada saat meneliti bijih besi di pegunungan Verbeek, Sulawesi . |
1937 | Seorang ahli geologi INCO LIMITED bernama Flat Elves diundang oleh sebuah perusahaan eksplorasi Belanda untuk melanjutkan studi endapan nikel laterit di Sulawesi . Ia mengunjungi Sorowako. |
1966 | Survei geologi yang komprehensif atas endapan di pulau Sulawesi dilakukan oleh Pemerintah Indonesia . |
1967 | Pemerintah mengundang perusahaan-perusahaan dari seluruh dunia untuk mengajukan proposal bagi eksplorasi dan pengembangan endapan mineral di pulau Sulawesi . |
| INCO LIMITED mengirim tim ahli geologi ke Sulawesi untuk mengumpulkan data dan menjelaskan kemampuan-kemampuan INCO. |
1968 | Pada bulan Januari, INCO terpilih dari enam perusahaan untuk merundingkan sebuah Kontrak Karya. |
| 25 Juli, Akta Pendirian disahkan dan didaftarkan. Sebuah perusahaan baru, PT Internasional Nickel Indonesia (PT INCO) berdiri secara resmi. |
| 27 Juli, Kontrak Karya ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan PT INCO. |
| Kegiatan eksplorasi berskala penuh dimulai segera setelah penandatanganan Kontrak Karya. Daerah eksplorasi mula-mula seluas 6,6 juta hektar yang mencakup beberapa bagian dari tiga provinsi di Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. |
| Tes pemboran di daerah Pomalaa merupakan awal alih teknologi yaitu ketika ahli-ahli geologi dari INCO LIMITED mulai mendidik rekan-rekan kerjanya dari Indonesia , cara sistematis mengambil contoh endapan laterit dan menganalisanya. |
1970 | Contoh bijih dari Sulawesi dalam jumlah besar pertama sebanyak 50 ton dikirim ke fasilitas riset INCO Kanada di Port Colborne, Ontario . Sebuah pabrik Pereduksi-Pelebur baru dalam skala kecil menunjukkan bahwa bahan dari Sorowako dapat diolah dengan hasil yang memuaskan. |
1971 | Eksplorasi yang dilakukan telah cukup membuktikan bahwa endapan laterit di sekitar Sorowako mampu mendukung pabrik nikel yang besar. |
1973 | Pembangunan satu unit jaringan pengolahan pyrometalurgi mulai dilakukan di kawasan Sorowako. |
1974 | Sebagai reaksi atas lonjakan harga minyak yang pertama, maka diambillah keputusan untuk mengganti Pembangkit Listrik Tenaga Uap menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Ukuran pabrik peleburan ditingkatkan tiga kali untuk mengurangi biaya per unit dan mengimbangi kapasitas PLTA tersebut. |
1976 | 10.000 tenaga kerja Indonesia dan 1.000 tenaga asing dipekerjakan membangun fasilitas-fasilitas pengolahan nikel dan pembangkit tenaga, bersama dengan jalan-jalan, perkotaan, pelabuhan, lapangan udara serta sarana dan prasarana lain yang dibutuhkan. |
1977 | 31 Maret, Presiden Suharto mengunjungi Sorowako dan meresmikan fasilitas-fasilitas penambangan dan pengolahan nikel. |
1978 | 1 April, PT INCO mulai berproduksi secara komersial. |
1988 | INCO LIMITED menjual 20 persen dari saham PT INCO yang dimilikinya kepada Sumitomo Metal Mining Co., Ltd., dari Jepang. |
1990 | 16 Mei, INCO LIMITED menjual 20 persen dari saham PT INCO yang dimilikinya kepada publik dan dicatatkan pada bursa-bursa efek di Indonesia. INCO LIMITED tetap memiliki 58,19 persen saham PT INCO. |
2000 | PT INCO meningkatkan produksi 30 persen menjadi 130,5 juta pon nikel dalam matte, sejalan dengan rencana Perseroan untuk mencapai kapasitas yang diperluas sebesar 150 juta pon produksi per tahun. |
| PT INCO menyelesaikan penelitian dan rekayasa atas presipitator elektrostatis Tanur Pengering No.2 yang dirancang untuk mengurangi keseluruhan emisi debu pabrik lebih dari 40 persen. |
| 14 Desember, penanda-tanganan Kesepakatan Kerja Bersama untuk masa dua tahun dengan Serikat Pekerja, di Sorowako. |
2003-2004 | Tahun 2003, PT Inco membangun daerah penambangan baru di Petea (sebelah Timur Danau Matano, berdekatan dengan wilayah timur penambangan bijih (ore body) PT Inco)
- Petea memiliki 5 juta ton cadangan mineral terbukti dengan kualitas 1,81% nikel dan 24 juta ton cadangan mineral terduga dengan kualitas 1,78% nikel
- Investasi yang dialokasikan sebesar US$11.8 juta
|
| Bulan Februari 2003, PT Inco menandatangani perjanjian dengan PT Aneka Tambang (Antam) untuk bersama-sama membangun daerah kontrak di Sulawesi Tenggara. PT Inco akan menambang bijih saprolitik di wilayah timur Pomalaa, sementara Antam akan melakukan proses peleburan (smelting).PT Inco berencana untuk mulai mengirim bijih dari Pomalaa ke tempat peleburan Antam pada pertengahan tahun 2005. |
| Pada tahun 2004, PT Inco memulai kegiatan pengeboran di Bahodopi dan Pomalaa, dan uji coba penambangan bijih di Petea |
| Pada tahun 2004, PT Inco melakukan tahap pertama dari rencana optimalisasi besar-besaran yang direncanakan akan menelan biaya US$275-580 juta dengan membangun bendungan ketiga di Karebbe, Sungai Larona, untuk meningkatkan kapasitas listrik tenaga air dari 275 MW ke 365 MW |
2005 | Berhasil memasang teknologi Bag House System di Tanur Listrik No. #4. Alat ini mampu mengurangi emisi debu tanur listrik hingga berada di bawah ambang batas ketentuan pemerintah. |
| Direncanakan tahun 2008 semua tanur listrik akan dilengkapi dengan alat ini |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar